Tak Tahu Ini Apa
Tak tahu ini apa. Masak
sama anak kecil. Hmmmm... apa yang terjadi? What happen...? dia mirip, tapi
siapa? mungkinkah di masa laluku.. tapi siapa? atau seseorang yang di bank?
Atau aktor film, tapi dia pas banget buat film ku. Tapi jadi siapa? peran apa?
Lebih tepatnya pencuri hati yang masih kecil dan terlihat dewasa, hmmm....,
kupandangi dia dari jauh, tapi hanya senyum manisnya yang ku peroleh. Ku ingin
coba tanya padanya, tapi Aku tak bisa. Olala, akhirnya aku tanya pada temannya.
“Kelas berapakah ia?”,
tanyaku penasaran tapi ku coba menghadapi gelombang penasaranku. We o we...
kelas dua. Dua SMP, masak aku terpukau dengan anak masih kecil? Ya tuhan,
gayanya sungguh anggun. Dari baju, celana, dan kopiah yang dikenakannya pas
banget di tubuhnya, seperti di pesantren, tampilannya menawan. Hmmm... sungguh,
memang aku tahu kalau disana tak ada yang lebih tua usianya, tapi salah besar
aku menilainya, kukira dia dua SMA atau tiga SMA, eh meleset, semuanya salah,
aku terjebak
dengan pandangan itu, bumbu yang sangat enak, nikmat dan mengesankan
pandangan dan tenang, menyejukkan hatiku. Sepertinya dia merasakan sama apa
yang kurasakan. Tatapan dan senyumnya ketika beradu denganku, kurasakan betapa
indahnya, lagu karmila mengiringi hatiku yang sedang merasakan tak karuan.
Sulit ku pahami.
Namanya Tio. Tio apa
Pio...entahlah. Tak
tahu aku harus apa. Peran apa yang cocok buat dia. Dan mengapa hatiku tergerak
untuk memberinya peran dalam film yang belum pernah aku rancang sebelumnya,
Masya Allah.... mungkinkah maksud hatiku
adalah memberinya peran dalam film yang sesungguhnya, yaitu dalam skenario
tuhan. Oh my God.... Allahuakbar....
Subhanallah... Apa kata dunia??? Mungkinkah? Mungkin hanya kagum. Yeah.. hanya
kagum. Dan kagum yang entah datangnya dari mana, oleh siapa dan untuk siapa. Tatapan nakal darinya
seolah mempermainkan birama dalam hatiku. Karmila menjadi sebuah drama yang
dibintangi oleh seseorang yang menjadi zahrana. Hmmmm.... tak bisa kulupakan
wajahnya, ku ingin bertemu lagi meski hanya selintas. Kuingin ngomong, ngobrol
dan lebih ingin tahu hari-harinya seperti apa. Astaghfirullah... kusadari itu
semua mustahil, tapi tidak ada yang mustahil dalam dunia ini, bila skenario
sudah tetulis sejak di lauhul mahfudz.
Sungguh indah skenario
Tuhan, tak ada yang bisa menandinginya, begitu terasa sejuk dan hangatnya,
panas dinginnya, terperi begitu indah, dalam sukma bisa terpatri lukisan kata
tak terhingga untuk Sang Ilahi Robbi. Alhamdulillah, kuucap syukur pada-Mu ya
Robb.... semua ada padamu, milikmu dan
hanya kau titipkan belaka pada anak manusia. Allahu Robbi...
Terus begitu
perasaanku, sampai-sampai Aku terganggu dalam tidur nyenyakku. Dia selalu
muncul saat Aku terdiam dan sendiri, membuyarkan lamunanku dan menggantinya
dengan dirinya, sesuatu penuh dengan dirinya. Terjebak ku dalam kemelut cinta
ini, sungguh tak masuk akal, tapi indah, biarlah kunikmati mumpung masih ada di
dunia, karena lambat laun Aku, umurku, dan tubuhku akan luluh dimakan usia dan
tinggalkan dunia ini untuk selamanya. Nakalkah Aku? Heehh, i don’t care... yang penting kurasa bahagia, tapi sekarang aku
harus berbuat apa, aku tak tahu, dan pada siapa aku harus bertanya, hanya ingin
mengungkapkan padanya kalau aku ingin bertemu untuk sekali lagi atau bila
mungkin berkali-kali lagi. Kupikir sekali lagi peran apa yang cocok dan pantas
untuk dirinya... sebagai seorang sutradara aku seharusnya memilihkan peran yang
pas buat aktor dan aktrisku, tapi ini sungguh sulit bagiku untuk memilihkannya.
Hari berlalu, dan tanpa
pikiran apapun Aku bertemu lagi dengannya, Organisasi yang aku ikuti di
musholla, saat mengadakan acara santunan pada sebuah panti yang mana telah aku
kunjungi sama teman-teman baksos kemarin, saat bertemu dengannya, tak tahu
pasti, dia tinggal di panti tersebut ataukah di desa dimana panti itu terletak.
Kulihat ia meski dia tak melihatku sampai-sampai aku menyuruh teman pubdekdok
untuk memotretnya. Gile gue...
biarin, emang begitu rasaku. Aku ingin ngomong sepatah kata yang mungkin itu
tak memberi arti sama sekali, tapi ku ingin mendengar suaranya saat dia bicara,
oh iya, ternyata namanya itu Vio,
Alivio. Tak peduli dah
siapa namanya, yang penting .... eh namanya juga penting, barangkali aku
membutuhkannya untuk menjadikan ia peran di film ku... so sweet banget deh pokoknya...
Vio..Vio... matamu tak
terlalu lebar, dan semakin menyipit saat kau tersenyum, kulihat sepintas
senyummu yang menawan, terlihat dewasa sekali dirimu. Mungkin aku harus sadar
kalau kamu itu adek aku dan memang pantas jadi adek aku. Secara umur, lebih tua
aku, ah tapi apa salahnya aku menyayanginya. Jujur saja rasa itu muncul dari
yang namanya kagum, hanya itu dan tidak lebih. Sungguh indahnya, namun bagi Vio mungkin aku sudah
gila, biarlah. Atau mungkin aja hanya sekadar senang sesaat. Anak segitu , dan
aku merasa senang di dekatnya, selalu ku cari senyumnya dengan diam-diam, dan
membiarkan dirinya berekspresi bebas tanpa terlihat olehku, padahal aku
menyemut ,menyembunyikan tubuhku di belakang.
Saat tiba acara,
kulihat dia duduk di baris depan bersama dengan teman-temannya yang lain. Acara
demi acara berlangsung sangat menyenangkan. Tiba waktu pembagian santunan,
setelah melewati pintu, entah kenapa Aku ingin sekali menoleh ke belakang.
Subhanallah,, Dia di situ dan kata-kata meluncur dari bibirku “Hai..”. Tapi dia
hanya tersenyum. Sungguh manis senyum yang ia pancarkan, begitu melukai hatiku.
Oh sakitnya terasa sudah hingga sekarang membekas menjadi luka bahagia, meski
ku tak tahu pasti kapan kita akan bertemu lagi, entah itu sengaja bertemu atau
dipertemukan sang waktu. Aku tak tahu ini apa. Begitu sulit ku bayangkan dan
begitu sulit untuk kusadari, racun apa ini yang tiba-tiba merasuki tubuhku,
tiba-tiba saja aku langsung memalingkan mukaku darinya setelah melihat
senyumnya, bukankah seharusnya aku bertanya tentang “masih ingatkah sama aku?”
atau “kamu kelas berapa?” dengan nada yang pura-pura nggak tahu atau “kamu
tinggal di panti itu juga?” atau entah yang lainnya. Bukannya aku ingin sedikit
waktu untuk ngobrol dengan
dia meski hal yang tidak penting yang dibahas, begitu cepat itu terjadi tapi
itu masih hangat dalam ingatanku, aku terkesiap tak ingin dilihatnya tapi aku
ingin melihatnya tanpa ingin dilihat olehnya, bodohnya aku, hingga bisa
terjungkal di lembah seperti ini, tak ada namanya yang jelas mengenai tempat
apa ini, apakah alam khayal ku? Tak tahu ini apa, sungguh hatiku benar-benar
merasakan hawa kerinduan yang mendalam dan menjulur menjalari di sekujur tubuh.
Tapi apa daya aku disini dan dia disana. Tentunya aku dan dia berbeda,
bayangkan, dua smp bukk?
Aku sudah semester dua mau menginjak semester tiga, mana mungkin dia mau? Tapi
kulihat selintas sinar yang sepertinya dia juga mempunyai rasa yang sama
denganku, tapi aku tidak menampakkan kalau aku mencintainya sebagai sesuatu yang
spesial, padahal dia memang spesial bagiku, hanya kutampakkan padanya rasa
cinta selayaknya kakak terhadap adiknya. Tapi sepertinya aku ingin membiarkan
ini. Mungkin seandainya nanti bertemu lagi dan aku masih ingat aku ingin
merekrutnya menjadi aktor di film yang aku sutradarai. Semoga mimpiku semua
menjadi kenyataan dan bukan khayalan tiada bermakna. Senyum sumringah ku pancarkan
mengiringi dirimu pergi menjauh dari tempatku berdiri, meski dalam
remang-remang lampu jalan ku tak bisa membedakan mana dirimu dan mana temanmu.
Kau mulai menjauh, mungkin sudah saatnya kau pergi setelah menghiburku hari ini
dan empat hari yang lalu.
Kuucapkan terima
kasihku pada Dzat yang telah mempertemukan dan kuucapkan thank you ku pada seberapa gelintir acara yang mempertemukanku
padamu serta kuucapkan matur suwun ku
padamu telah menghiburku, indah berada dalam tatapan matamu, sejuk ketika kau mendekat
dan mematung di sampingku. Kulihat
kau sunggingkan senyum membelakangiku, tapi aku tahu meski ku tak lihat dengan
jelas hanya karena posisi ku tak segaris dengan posisimu berdiri.
Haaahhh........ selamat
tinggal dan sampai jumpa kembali. Mungkin nanti bila kita bertemu lagi, jangan
lupakan aku. Oke !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar