Rabu, 18 November 2015

My Trip (Madiun, East Java)

My Trip (Madiun, East Java) – Hari Pertama

Siap-siap. Kereta mau berangkat. Tepat 09.35 WIB aku dan bos Ririn meluncur menuju Madiun. Dengan kereta api bisnis yang tanpa sengaja dipilih akhirnya keinginan kami sebentar lagi akan terlunasi. Madiun menjadi lokasi jj (jalan-jalan) pertama kami dan kereta api sarangan menjadi kereta pertama yang aku naiki. Ternyata begini rasanya naik kereta. Lumayan nyaman sih.. daripada naik bus, aku harus menanggung mual dan muntah. Tak lupa juga kami mengabadikan dua foto imut milik kami (pisss).
Dalam perjalanan, aku masih sibuk berkutat pada tulisan ini. Sesekali mengarahkan pandangan ke jendela. Melihat pohon, rumah, tempat ibadah, gedung, dan aneka fly over yang segera tertinggal di belakang. Sementara bos Ririn sibuk pula dengan tablet barunya hehe maklum masih baru. Sesekali pula kami ngobrol dengan selingan canda tawa.
Beberapa stasiun dilewati. Akhirnya aku menyerah. Aku ingin
terlelap. Memejamkan mata sambil terus merekam khayalan. Hehe kebiasaan lama. Detik-detik menuju pusat kota madiun. sangat asing, ketika mulai menghirup udara kota madiun. Hamparan sawah begitu luas. Berkelok-kelok di jalur pegunungan. Sayangnya musim kemarau memaksa sawah agar tidak bisa menumbuhkan tanaman-tanaman. Tanah-tanah sawah pada kering. Menganga seperti kelaparan dan kehausan akan siraman hujan.
12.37 WIB. Kami tiba di stasiun Madiun. Disambut dengan meriah oleh bapak-bapak ojek dan taksi. Banyak sekali orang-orang di jalan yang menyapa kami, “becak mbak?” Sapaan mereka hanya kami jawab dengan gelengan kepala atau hanya lambaian tangan. Kami meminta bantuan pada anaknya mbah google, google map namanya. Akhirnya sesuai petunjuk yang diberikan oleh google map, kami terus saja berjalan. Berbagai gedung kami lewati. Mulai dari depan stasiun yang berlokasi di Jln. Kompol Sunaryo, kami berjalan terus arah kiri yang terdapat kantor pos Madiun. Lalu kami berjalan terus hingga menemukan taman makam pahlawan di Jalan Pahlawan. Aku sempat heran dengan keadaan jalanan di Madiun. Sepi. Kendaraan seperti enggan untuk lewat. Kontras sekali dengan Surabaya yang ramai dan macet.
Sebenarnya tujuan kami siang itu adalah sholat dhuhur di masjid agung Madiun dan makan siang di warung dekat alun-alun. Di depan terdapat papan penunjuk yang menyarankan kami agar belok kanan. Kami menurutinya. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa meter, terlihat banyak warung disana. Pasti itu alun-alun. Gerobak penjual makanan seperti oase di tengah gurun. Kami pun mampir sebentar untuk memesan es kelapa muda. Alhamdulillah, dahaga terpuaskan.
Pukul setengah dua , kami ke masjid agung yang terletak di sebelah barat alun-alun. Hehe kalau tidak salah, sebab kami bingung arah mata angin di tempat asing. Masjidnya bernama masjid Baitul Hakim. Didominasi warna biru muda. Masjidnya tidak begitu besar bila dibandingkan dengan masjid agung di Surabaya. Tapi masjid ini tetap ramai oleh pengunjung. Kebanyakan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kota Madiun.
Setelah sholat dhuhur, kami membidik pose imut kami. Hehe. Tentunya dengan background masjid agung Madiun. Habis itu, memanjakan perut dulu ke penjual makanan dekat alun-alun. Awalnya kami bingung memilih menu. Akhirnya batagor dan es campur menjadi pilihanku. Sedangkan bos Ririn hanya memilih es blewah. Kami pun mencari duduk di gelaran yang telah disediakan di sekitar alun-alun.
“Mbak, makan”.
“Oh ngge”, jawabku sambil tersenyum. Lalu aku memilih duduk tidak jauh dengan orang yang menyapa tadi, sementara bos Ririn memesan minumannya. Kulirik orang yang tadi menyapaku. Ia juga pesaan batagor, tapi beda penjual. Sesekali ia bercanda dengan orang di sebelahnya. Sepertinya sangat akrab, mungkin temannya. Aku tak terlalu ambil pusing. Sebentar kemudian pesananku datang, bos Ririn juga sudah sejak tadi duduk di sebelahku. Aku menyendok batagor dan beberapa kali menawarkan pada bos Ririn yang hanya dijawab dengan anggukan. Ia tampak sibuk dengan tabletnya, dengan bbm masuk dan entah apa yang ia tulis.
Tanpa kusangka, lelaki yang menyapa tadi kembali menyapa. Dilihat dari logat bicaranya, orang itu bukan asli daerah sini. Kami pun meladeni apa yang ditanyakannya. Akhirnya kuketahui mereka berdua bukan asli warga sini. Aku jadi teringat saat awal menyapa tadi. Aku menjawabnya dengan bahasa Jawa, “ngge”. Entahlah, apa orang itu mengerti atau tidak. Setelah diketahui ternyata mereka asli Tangerang yang dipindah tugaskan ke Madiun oleh perusahaan dimana mereka bekerja. Perusahaan bisnis property dan mereka berdua adalah seorang marketing. Orang yang menawari makan tadi menyerahkan kartu namnaya pada kami. Kami pun menerimanya. Menit berikutnya, kami terlibat obrolan yang tidak terlalu bosan, bahkan sempat jeprat jepret bersama orang ‘asing’ itu.
Orang ‘asing’ yang menyapa pertama kali itu berinisial AF. dilihat sepintas kira-kira usianya sekitar 26 tahunan lah. Sementara temannya hampir sama. Hanya saja kami mengetahui namanya belakangan. Kami berdua cepat akrab. Bahkan ketika kami berencana pergi ke klenteng sore ini, AF menawari untuk mengantar kami. Katanya sih pingin nostalgia hobinya. Akhirnya kami bertiga jalan kaki menuju klenteng, sementara teman AF tidak ikut bersama kami.
Saat itu pukul setengah 4.
Beberapa meter dari alun-alun, kakiku limbung, jatuh deh aku. Entah siapa yang menaruh pasir di pinggir jalan. Aku terjatuh dan tas kameraku pun jatuh ke tanah. Aku langsung beranjak berdiri, sementara tas kameraku dibawa oleh AF.
Setiba di klenteng, kami minta izin pada pak satpam penjaga klenteng. Alhamdulillah pak satpam mengizinkan kami masuk dan berfoto ria, asalkan tidak boleh masuk ke tempat peribadatan. Kami juga diajak pak satpam melihat anak-anak latihan barongsai di halaman yang tidak terlalu luas milik klenteng. Seru juga melihat mereka latihan. Di sekitar halaman terdapat bangunan khas cina alias budayanya konghuchu. Wah bangunannya bagus. Seperti berkunjung ke cina yang penuh dengan kuil-kuil tingginya. Ada kolam juga disana. Diatasnya dibangun layak jembatan seperti di film-film. Terdapat pula lukisan hewan serta tumbuhan di dinding taman. Mereka tampak nyata. Bagus sekali. Seperti kebiasaan turis, ketika ada obyek yang bagus, tidak puas kalau tidak berpose di depannya. Lalu jeprat jepret deh.. AF jadi fotografer dadakan. Hehe. Habis kagak mau difoto. Ya sudah jadi relawan fotografer. Hehe pisss..
Aku melihat jam analog di hapeku. Setengah lima. Waduh belum sholat asar. Aku dan bos Ririn saling tatap.
Kami juga sempat ngobrol dengan pak satpam serta penjaga klenteng yang lain. AF malah presentasi kerjaan di depan mereka (Dasar marketing). Hehe. Dari obrolan itu, aku jadi lumayan akrab sama pak satpam. Ternyata beliau mengenal UNESA saat masih jadi IKIP. Bahkan beliau mengenal dosen-dosennya waktu itu. Wajar saja dulu beliau menjadi tentara dan latihannya di dekat IKIP, begitu katanya. Setelah aku mengatakan kalau aku asal Gresik dan tepatnya di kecamatan Benjeng, dia juga bercerita pernah kesana. Latihan tentara katanya. Beliau bilang daerahku itu dulu adalah alas alias hutan. Tak terasa obrolan singkat itu sangat berkesan. J
Beberapa menit kemudian kami pamit. Awan mendung siap menyongsong kami. Siap mengguyur hujan sekarang juga. Awalnya hanya gerimis. Tapi lama-lama awan itu memuntahkan air yang ada dalam perutnya. Agak deras. Kami mencari masjid terdekat. Kami mengikuti AF yang lumayan tahu daerah itu, meski baru tiga minggu ia dan temannya di Madiun, maklum dekat dengan kantor tempat ia bekerja. Setelah beberapa meter berjalan, kami menuju masjid yang bernama Siti Maryam. Masjidnya tidak terlalu besar, tapi lumayan bagus untuk ukuran masjid di kompleks pusat kota. Masjid berwarna blewah itu segera menjadi tempat kami sholat asar sekaligus tempat berteduh.
Tanpa kuduga, AF pamit pulang ke kantornya bahkan sebelum kami sholat. Katanya dari situ, jarak menuju kantornya cukup dekat. Ia juga menawarkan pada kami, mungkin saja ingin mampir ke kantornya. Kami membalasnya dengan anggukan dan pesan agar berhati-hati.
Setelah ambil wudlu, kami sholat asar yang setengah jam kemudian waktu asar akan habis. Usai sholat asar, lapar dan haus melanda. Akhirnya kami memutuskan mencari warung dekat masjid sekedar makan dan minum. Ketika kami menemukan warung, kami memesan minuman. Ternyata warung ini hanya menyediakan mi instan. Kami mengurungkan niat membeli makanan. Sambil menikmati minuman yang kami pesan, kami beristirahat sekaligus berteduh dari hujan yang semakin deras. Kami berniat untuk kembali ke masjid Siti Maryam.
Berangsur-angsur hujan mulai reda. Kami berjalan menuju masjid Siti Maryam dan sholat maghrib disana. Bos Ririn menunggu temannya yang asal Madiun. Katanya dia mau datang. Kami menunggunya di masjid. Hujan mulai deras lagi. Untung saja teman bos Ririn sudah tiba di masjid. Setelah sholat isya dan berkemas, kami ngobrol dengan teman bos Ririn. Tak lupa juga kami memberondong pertanyaan dimana tempat-tempat yang akan kami kunjungi padanya. Ia menjelaskan satu per satu beserta lokasinya. Beberapa menit kemudian obrolan berakhir. Lampu masjid ssebentar lagi dimatikan. Lagipula tidak enak dengan masyarakat sekitar, kan kami hanya pendatang. Apalagi teman si bos laki-laki. Sedangkan kami berdua perempuan.
Rumah teman bos Ririn letaknya lumayan jauh dari kota dan kami tidak punya niat untuk bermalam di rumahnya. Sebenarnya kebetulan tadi teman bos Ririn lagi ada di kota, ada acara katanya.
Kami berpisah setelah hujan benar-benar reda. Kami pun berjalan kaki mencari warung yang menjual makanan. Sekitar ratusan meter kami berjalan dan menemukan sederet warung di tepi jalan. Kami memasuki salah satu warung yang menjual nasi goreng. Kami memesan dua porsi nasi goreng. Aku memilih nasi goreng ayam dan bos memilih nasi goreng babat. Jangan ditanya minumnya apa. Pastilah es teh dan teh hangat.
Malam ini kami berencana mengunjungi Masjid Kuno Taman sekaligus beristirahat disana. Kami pikir tidak ada salahnya sebab kata mbah google, masjid ini juga termasuk wisata. Kami membuka google map untuk mencari lokasi masjid kuno Taman. Awalnya kami harus pergi dulu ke daerah Taman. Jalan yang harus kami lewati adalah jalan Progo. Melihat kondisi jalan Progo yang sempit dan gelap, sementara di depan gangnya terlihat papan penunjuk tempat karaoke “Kimara” yang juga berada di wilayah jalan yang akan kami lewati. Kami mengurungkan niat. Lalu kami bertanya pada seorang tukang parkir di sebuah warung makan. Kami mengikuti petunjuknya. Namun karena kami tidak menemukan apa yang dimaksud pak parkir, kami mengikuti petunjuk google map sekali lagi. berdasarkan saran google map, kami menuju jalan Musi. “Semoga tak salah jalan”, terdengar suara hatiku entah dari sebelah mana. Kami terus saja berjalan. Lampu-lampu didepan klub-klub malam mulai dinyalakan. Kami terus saja melanjutkan perjalanan. Tak peduli dengan kiri dan kanan. Apalagi bapak parkir genit yang menyapa kami. Kami takut. Kami memaksa kaki kami untuk melangkah dengan cepat. Setelah agak jauh dari tempat tersebut, kami memperlambat langkah. Kami menemukan jalan Tanjung. Aku kaget menemukan papan penunjuk tempat karaoke “Kimara”.
“Bukankah tempat karaoke yang ditunjuk oleh penunjuk jalan di jalan Progo tadi?”, tanyaku pada bos. Bos hanya menggeleng tidak tahu. Astaghfirullah, aku sadar. Ternyata sedari tadi kami berdua hanya memutar. Tak apalah. Kami melanjutkan perjalanan. Kami menuju jalan Mangga, jalan desa. Kami memasukinya. Kami berjalan terus hingga menemukan jalan Kemiri. Sementara terbaca oleh kami di seberang sana, jalan Asahan. Kami belok ke jalan Kemiri. Karena haus, kami mampir ke sebuah toko membeli air mineral dua botol.

Kami terus saja berjalan sambil melihta kanan kiri. Dimana masjid kuno Taman? Kami belum menemukannya. Akhirnya kami sepakat untuk beristirahat di masjid manapun. Kami terlalu lelah apalagi dengan ransel yang bertengger di pundak. Tidak lama kemudian, kami menemukn masjid dengan pagar tak dikunci. Masjid Al Hidayah. Disinilah kami beristirahat malam pertama di Madiun. Saat itu pukul 21.13. Aku memejamkan mata. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hati

Assalamualaikum sahabat semua.. long time no see.. how are you today.. Sudah lama aku tak nge-post tulisan apapun, tapi kini aku ingin men...