Jumat, 27 November 2015

My Trip (Madiun, East Java)

My Trip (Madiun, East Java) – Hari Ketiga

01.00 dini hari, kami dibangunkan oleh penjaga masjid. Jawaban kami tetap sama. Mau pulang tetapi kehujanan, jadi tertunda. Bapak penjaga itu meminta KTP kami. Kami pun menyerahkannya. Kemudian bapak penjaga menyuruh kami agar kembali tidur. Kami baru bangun pukul 03.38 WIB. Seorang perempuan setengah baya mengagetkan kami. Ia ramah menyapa kami. Akhirnya kami pun tidak melanjutkan tidur lagi. Kami segera ambil air wudlu. Sebentar lagi shubuh. Setelah itu kami berkemas. Pukul 04.37 WIB kami mencari bapak penjaga yang mengambil KTP kami. Kebetulan kami bertemu di depan masjid. KTP kami baik-baik saja. Kami pamit dan bergegas pergi menuju alun-alun. Sepagi itu alun-alun sudah mulai menampakkan keramaiannnya. Para penjual aneka makanan dan jajanan segera membuka dagangannya. Rencana untuk ke car free day kami urungkan. Kami sedari tadi hanya duduk-duduk di tempat kami duduk tadi malam. Sesekali aku menguap dan ingin melanjutkan tidur. Bos Ririn mengajakku kembali ke masjid untuk cuci muka dan cari makan. Sebenarnya aku enggan untuk kembali ke masjid. Mereka semua pasti melihat ke arah kami. Gara-gara kami tidur di masjid semalam. Hufft..
Tuh kan bener, saat giliran aku cuci muka,
bos Ririn yang ditanyai sama bapak penjaga masjid lainnya. Setelah selesai urusan di masjid, kami menuju sebuah tempat jualan nasi. Kami memesan dua porsi nasi kuning. Entah apa sebab pagi itu kami menginginkan nasi kuning. Karena hari itu hari terakhir di Madiun, kami tidak ada rencana melanjutkan perjalanan lagi. Kecuali jalan menuju stasiun. Kereta kami berangkat sekitar pukul 14. Jadi masih kurang sekitar enam jam lagi. Saat ini pukul 08.00 WIB. Sebenarnya pagi ini pas banget kalo mau foto-foto. Tapi bos Ririn mengeluhkan kakinya yang pegal. Kakiku juga pegal sih.. tapi aku masih kuat kalo seandainya tadi bos Ririn tidak mengeluhkan kakinya. Akhirnya kami hanya duduk-duduk di pondasi tepi jalan yang dekat dengan colokan. Biasa, ngecash hape. Bos Ririn sibuk dengan tab nya. Sesekali ia juga sempat membuka buku yang dibelinya di bazaar kemarin. Begitu pula aku. Aku membuka lembaran demi lembaran bukuku dengan malas. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. “bos, katanya mau menghubungi si AF? jadi nggak?”, tanyaku pada bos. Sebenarnya kami mau menghubunginya tadi malam. Tapi kami mengurungkannya dan akan menghubungi pas car free day saja, sekalian pamit pulang.
Lalu, aku memencet beberapa digit nomor yang tertera di kartu nama yang ‘orang asing’ itu berikan. Mengirimkan pesan padanya. Dijawab dengan miscall beberapa kali. Gile. Aku tahu maksudnya. Aku harus telpon balik. Ya maaf aja, nggak bisa telpon balik. ‘Orang asing’ itu kemudian menelponku. Menanyakan keberadaan kami. Satu menit kemudian, ia menemukan kami. AF mengajak kami ke kantornya. Kami boncengan tiga naik motor. Setelah melewati beberapa gang, kami sampai. Jam analog hapeku menunjukkan pukul 09.43 WIB. Kantornya tidak terlalu besar hanya saja bentuknya memanjang. Terdiri dari dua lantai. Lantai satu didesain seperti ruang kerja tapi santai. Kamar mandi ada di lantai satu di bawah tangga. Sementara lantai dua kosong, hanya ada dua kasur persis seperti kos-kosan. Hanya saja lebih luas. Di dindingnya terdapat jendela yang cukup untuk mengatur ventilasi udara. Tampak disana cantolan-cantolan baju yang dipajang. Persis sis seperti kos-kosan.
Kami juga bertemu dengan teman AF kemarin yang pertama kali bertemu di alun-alun. Kami ngobrol sebentar. Aku terlibat pembicaraan yang agak serius dengan AF. Aku tanya-tanya tentang perusahaan, dan AF menjawab sesuai keingintahuanku. Kami bercerita lumayan banyak. Bahkan AF sempat cerita saat dulu cari kerja. Ia juga membeberkan motto hidupnya. Sedangkan aku hanya mengikuti alur. Ketika topiknya pekerjaan, aku bercerita tentang pengalamanku yang pernah melamar kerja, keinginanku untuk jadi wartawan, dan sebagainya. Topiknya berubah, aku juga mengikutinya. Sebentar kemudian kami membahas tentang dunia tulis menulis. Ia cerita punya teman yang bukunya udah terbit, gimana temannya itu bisa nerbitin dan masih banyak lagi.
Ketika itu, bos Ririn lagi asyik main game di laptop kerjanya AF. Sementara teman AF sejak tadi sudah kembali ke lantai dua. Entah apa yang dia kerjakan. Sepertinya tidur. AF mengajak kami makan pecel khas Madiun di warung depan kantornya. Selama ada yang gratis, kenapa tidak?? Hehe.
Entah apa yang di pikiran AF, ia mencarikan becak untuk kami, setelah kami menceritakan rencana naik becak ke stasiun. Ia juga menawari kami tempat untuk sholat dhuhur. Kami mengiyakannya. Akhirnya sholat dhuhur kami siang itu di kantor AF. Tepat pukul setengah satu siang, becak sudah siap. Kami pamit. Dengan naik becak, kami menuju stasiun yang jaraknya lumayan jauh, tapi tarif lumayan murah dibandingkan dengan di Surabaya. Eh AF juga ikut mengantarkan kami. Ia naik motor menuju stasiun. Entah apa yang dipikirannya. Dari kemarin dia membantu kami. Bahkan hingga kami mau balik ke Surabaya, ia sempat mengantar kami sampai stasiun. “Biar nanti kalo ke Surabaya, ada yang nemenin dan bantuin”, begitu jawabannya ketika bos Ririn memuji kebaikannya. Entahlah aku tak tahu.
13.30 WIB. Kereta berjalan menjauhi stasiun Madiun menuju stasiun berikutnya dengan tujuan terakhirnya, Gubeng Surabaya. Good bye.. Madiun. Aku sempat menulis beberapa kalimat terakhir untuk kota kecil Madiun, sebagai perpisahan kami dengan kota ini.


“Banyak kenangan dan banyak hal yang tak terduga terjadi di setiap langkah perjalanan. Di setiap napas yang dihembuskan dan membuat kita tak bisa berkata apa-apa. Selamat tinggal Madiun..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hati

Assalamualaikum sahabat semua.. long time no see.. how are you today.. Sudah lama aku tak nge-post tulisan apapun, tapi kini aku ingin men...