Sabtu, 14 November 2015

Menunggu Senyum Yahya

Entah kenapa aku ingin menuliskannya malam ini. Seorang lelaki yang entah ia akan jadi apa dalam putaran hidupku. Akankah hanya akan jadi kenangan dalam buku yang berjudul sahabat? Ataukah akan menjadi sahabat selamanya? Aku tak tahu. Aku ragu. Aku takut kehilangan dirinya. Aku ingin menjadi sahabatnya dan tetap akan menjadi sahabat yang akan kukenang selalu. Aku merasa nyaman ketika bersamanya. Entah apa yang kurasa, aku tidak tahu. Namun satu hal yang pasti aku merasa aman dan nyaman yang tidak pernah aku dapatkan dari teman lelaki ku yang lain. Bukan berarti
aku bernafsu atau semacamnya. Tapi rasa itu muncul tiba-tiba. Kupikir itu bukan rasa cinta seorang kekasih, melainkan rasa cinta seorang sahabat. Memang, aku senang mempunyai teman seorang lelaki yang bisa menjadi kakak. Sebagai seseorang untuk berbagi namun bukan seorang kekasih tapi sebagai teman.
Terkadang aku merindukan senyumnya. Aku memang jarang bertemu dengannya. Mungkin karena itu aku selalu merasa rindu. Rindu yang terkadang membuatku cemburu dengan hadirnya seseorang disampingnya. Tapi kurasa rinduku berlebihan, sampai-sampai terbawa mimpi. Aku menemukan seorang lelaki bermata sayu. Tatapannya liar namun tetap teduh. Apalagi senyumnya. Senyumnya ini membuat semangatku untuk hidup, terus bertambah layaknya hapeku yang lagi di cash.
Rasa-rasanya seumur hidup aku belum pernah tersenyum seperti yang kulakukan malam itu. senyuman yang mengakibatkan mataku nyaris tertutup bahkan kelopak mataku sempat menyentuh bagian bawahnya, hingga terlihat menyipit. Hanya karena senyumnya yang bisa membuat diriku tersenyum seperti itu.
Aku tak tahu. Semuanya terjadi begitu saja. Hanya waktu yang akan terus berputar dan akan menunjukkan siapa sebenarnya dirinya dalam hidupku. Di depannya aku merasa berharga. Aku suka dengan gaya lelaki yang bersikap seperti itu di depan perempuan. Ramah, sopan, dan aku baru sadar, apa memang dia selalu bersikap seperti itu pada perempuan?
Perasaanku tak menentu. Hanya saja aku terpana dan terkesima serta dibuat takjub olehnya. Sesosok Yahya bisa membuatku seperti ini. Iya, namanya Yahya. Aku mengenalnya saat seminar nasional yang diselenggarakan oleh universitas. Disanalah aku bertemu Yahya. Berperawakan tinggi besar, berkulit sawo matang agak gelap, dengan senyumnya yang manis. Namun sayangnya, aku tak melihat senyum manisnya kala itu, meskipun berkali-kali dia tersenyum. Aku malah menyibukkan diriku pada sesosok Ali. Entah magnet apa yang menarikku hingga aku nyaris selalu memperhatikannya. Terlalu sibuk aku memikirkan cara untuk bisa dekat dengan dia hingga aku tak tahu ada orang lain yang kini jadi akrab. Yang menurutku baik, belum tentu menurut Allah juga baik.
Tapi aku mulai sadar mungkin aku terlalu berlebihan. Aku terlalu cepat menyimpulkan. Bukan. Bukan itu. Aku hanya teman dan hubunganku hanya teman dengannya. Dan memang itu yang aku harapkan.
Ketika malam semakin mencekam, kendaraan yang berlalu lalang pun seakan menghentikan aktivitasnya. Aku mulai untuk tidak selalu menunggu senyumnya. Tapi apa daya. Senyumnya membuat duniaku ikut tersenyum. Aku belum mengantuk. Padahal tadi siang aku juga tak merasakan nyenyak dalam tidur. Hatiku masih gelisah. Sementara angin malam bergembira mempermainkan anak rambut yang menyembul di sela jilbabku. Aku menyandarkan tubuhku pada sandaran kursi. Otakku masih terus melukis senyum kecil di bibirnya. Sedangkan hatiku diam, tenang, tidak seperti biasanya yang selalu gaduh. Namun kali ini, hatiku benar-benar tenang seakan menyimpan sejuta kebahagiaan. Atau mungkin lebih karena pertemuan kala itu. Pertemuan yang tidak disengaja membuatku untuk tidak melupakannya. “Yahya”, ucapnya saat perkenalanku dengannya. Sementara jari-jariku seakan menemukan huruf-huruf yang berserakan lalu mengurutkannya dan menempelnya bak puzzle di tempat yang disediakan oleh laptop. Membentuk sebuah rangkaian indah kalimat-kalimat ajaib yang tanpa sengaja pula tertulis olehku.

Sebentar kemudian aku menghentikan kegiatanku. Tak lupa pula aku menekan ctrl+s sebagai tanda aku mengakhiri cerita. Belum sempat aku menutup laptop, hapeku berbunyi. Pesan masuk. “siapa? Malam-malam begini kirim sms”, pikirku. Aku meraihnya di atas meja dengan malas. Setelah kutekan tombol kunci, aku membaca siapa pengirimnya dan tidak segera membaca pesan apa yang dikirim. Rasa malasku menguap begitu saja digantikan oleh semangat yang menggelora. Dengan senyum yang entah apa sebab dia muncul, kubaca nama pengirimnya. “From: Yahya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hati

Assalamualaikum sahabat semua.. long time no see.. how are you today.. Sudah lama aku tak nge-post tulisan apapun, tapi kini aku ingin men...