Mahalnya
Sholat Berjamaah
Ketika di kos, aku jarang
sholat berjamaah. Mengapa? Tak ada tempat bila berjamaah. Ada ruangan sholat,
tapi sempit. Tidak muat untuk sholat jamaah. Terkadang kalau tidak sibuk, aku
dan temanku berjamaah ke mushola. Tapi itu dulu saat semester-semester awal,
sekitar semester 1, 2, dan 3. Selebihnya, aku lebih sering sholat munfarid di
kamar. Begitu pula adik-adik kosku. Ya, kupanggil adik kos sebab aku dan dua
orang temanku menjadi angkatan tertua di kos. Dulu masih ada yang di atasku,
namun setelah lulus, mereka pindah. Ada pula yang kemabali ke daerah
masing-maisng.
Kembali ke masalah sholat.
Awalnya aku merasa tidak pernah sholat jamaah. Hanya kalau kebetulan di mushola
kampus, terus ada imamnya, barulah aku berjamaah. Kalau tidak begitu, ya di
panti
tempatku mengajar, selalu sholat berjamaah. Maghrib dan isya. Tapi shubuh,
dhuhur, dan asar aku masih sering sholat munfarid.
Berbeda kalau di rumah,
sebisa mungkin sholat berjamaah menjadi suatu hal yang diusahakan dan bahkan sudah
menjadi kebiasaan. Antara anggota keluarga kalau mau sholat pasti menunggu
anggota yang lain. Jadi, bisa dikatakan kalau tidak sholat berjamaah di masjid,
ya sholat jamaah di rumah. Selalu begitu. Sejak kecil selalu dibiasakan sholat
berjamaah. Aku dan adikku, sehingga ketika aku di kos, sholat berjamaah menjadi
mahal harganya.
Sholat berjamaah harganya
memang mahal. Ganjarannya sebesar 27 derajat. Bayangkan dengan sholat munfarid
yang hanya mendapat satu, itu kalau diterima. Jadi bisa dikatakan sholat berjamaah
itu harganya mahal dan memang mahal harganya.
Alkisah, hiduplah seorang
syekh yang bernama syekh Subakir. Syech Subakir adalah orang alim. Beliau tidak
pernah sekalipun meninggalkan sholat berjamaah. Ia lebih mengutamakan sholat
berjamaah di masjid daripada melanjutkan pekerjaannya. Suatu hari, syekh Subakir
kedatangan seorang tamu. Beliau menerima tamu tersebut setelah maghrib. Tamunya
itu datang dari jauh, sehingga syekh Subakir berencana menjamu tamu itu. Syekh
Subakir menyiapkan beberapa makanan dan minuman. Tentu saja sang tamu sangat
senang. Bahkan tamu itu tinggal lebih lama di rumah syekh Subakir. Ketika
waktunya tiba, azan isya terdengar dari seantero masjid. Syekh Subakir pun
mendengarnya. Ia berniat pergi ke masjid untuk sholat berjamaah. Namun tamu
syekh Subakir tidak juga pamit. Syekh Subakir mulai cemas. Beliau merasa tidak
enak bila menyuruh tamunya pulang, mengingat tamunya itu datang dari jauh.
Akhirnya malam itu syekh Subakir tidak bisa mengikuti sholat isya berjamaah di
masjid.
Setelah tamunya pulang,
barulah syekh Subakir bisa menunaikan sholat isya. Beliau sholat isya sebanyak
seribu rakaat malam itu. Di penghujung sholatnya, syekh Subakir tertidur dan
bermimpi. Dalam mimpinya, syekh Subakir menunggangi seekor kuda yang gagah perkasa.
Kuda itu berlari kencang dan lincah. Syekh Subakir bangga dengan kuda yang
ditumpanginya. Dalam benaknya, syekh Subakir akan sampai pada Ilahi lebih dulu.
Namun, tiba-tiba syekh Subakir mendengar langkah seekor kuda di belakangnya.
Kuda itu sangat kurus bahkan bisa dikatakan cacingan. Kuda itu ditumpangi
seorang yang tak ia kenal. Syekh Subakir memacu kudanya dengan cepat. Ia tidak
ingin dikalahkan oleh kuda kurus itu. Bila dibandingkan dengan kuda yang
ditumpangi syekh Subakir, kuda kurus itu kalah jauh. Namun kuda kurus itu
berhasil menyusulnya. Hampir saja menyejajari kuda syekh Subakir. Syekh Subakir
kembali memacu kudanya sekuat tenaga. Berkali-kali ia pacu, kuda kurus itu
selalu bisa menyusulnya. Bahkan kuda kurus itu seperti melayang di udara. Syekh
Subakir mulai geram. Ia memacu kudanya sekali lagi. Syekh Subakir memacu kudanya
sekuat sisa tenaga. Syekh Subakir tersentak. Kemudian terbangun. Beliau
mengucap istighfar beberapa kali sambil mengingat Allah, Sang Khaliq. Ia
menerawang pikirannya yang kosong.
Nah, itulah sobat
perumpamaannya. Kuda gagah yang ditumpangi syekh Subakir menggambarkan sholat
sendiri sebanyak seribu rakaat yang dilakukan oleh syekh Subakir. Sedangkan
kuda kurus bagai melayang itu adalah gambaran dari sholat berjamaah. Jadi
sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendiri atau munfarid.
Mari kita renungkan bersama-sama dan semoga
kita bisa senantiasa mengistiqomahkan sholat berjamaah. Aamiin. Wallahu a’lam
bi shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar