Mata
Kuliah Keikhlasan dan Kesabaran
Seharusnya kita tak perlu
mengeluh. Mengeluh boleh asal tidak terlalu. Mengapa? Karena pada hakikatnya
disitulah kita dilatih. Dilatih untuk bersabar. Bukankah orang-orang yang
beriman itu bersyukur bila diberi nikmat dan bersabar ketika mengalami musibah.
Maka mari bersama-sama belajar menjadi muslim yang tangguh. Bukan berarti
bangga dengan nikmat yang diperoleh, tetapi mensyukurinya, bukan dipamerkan
tetapi digunakan sebagai pelajaran. Digunakan dengan sebaik-baiknya,
sewajarnya, dan ala kadarnya. Ketika musibah datang berkunjung, ia bersabar.
Sabar bukan berarti kalah, melainkan suatu cara pandang berbeda dengan orang
lain. Orang yang bersabar memiliki cara pandang tersendiri melihat suatu
masalah. Jadi ia berbeda dengan orang kebanyakan. Wallahu a’lam.
Mungkin kita mengeluh
bila
menghadapi suatu masalah yang tidak kunjung tuntas, sulit mendapatkan sesuatu
yang ingin diperoleh, atau bahkan jengkel, kesal menghadapi teman kita yang
mengganggu, tidak mengenakkan hati kita, menyakiti hati kita dan semacamnya. Sampai-sampai
kita mengadu pada Allah, “Ya Allah mimpi apa aku semalam ketemu orang ini” atau
“Ya Allah mengapa engkau mendekatkan aku dengan orang yang seperti ini” atau
bisa juga “Ya Allah kug ya masih ada orang kayak gini” sambil mengeluh,
menyesali atas semua yang dilakukan dengan teman tersebut dan lain-lainnya.
Asal kalian tahu sobat, ya
disanalah kertas ujiannya. Mata kuliah kesabaran dan keikhlasan. Satu soal
saja, tidak perlu banyak, “bagaimana kamu menghadapi tingkah laku temanmu yang
menyakiti hatimu?” Dikumpulkan sekarang dan dipertanggungjawabkan setelah
kiamat kelak. Di bawah tulisan mata kuliah tertulis dua orang pengawas. Namanya
Roqib dan Atid. Terdapat pula aturan lain dibawahnya, “adapun nilai yang nantinya
akan diberikan tidak dapat diganggu gugat dan diberikan dengan seadil-adilnya.
Selamat mengerjakan.”
Itu kalo soal buat hamba
semester pertengahan yaitu sekitar semester empat dan lima. Berbeda lagi kalo
untuk semester awal, pertanyannya juga satu, “apa kamu mengeluh?” Hanya itu. sama-sama
mata kuliahnya, kesabaran dan keikhlasan. Diawasi dua malaikat, Roqib dan Atid.
Peraturannya pun tetap sama. “Dikumpulkan sekarang dan dipertanggungjawabkan
setelah kiamat kelak. Adapun nilai yang nantinya akan diberikan tidak dapat
diganggu gugat dan diberikan dengan seadil-adilnya.
Tinggal bagaimana kita
menjawab pertanyaan itu. Apakah kita akan bersabar dan mendapat nilai tujuh
koma lima? Atau sabar plus ikhlas dengan nilai Sembilan puluh? Atau kita
menjawabnya dengan menyimpang dari mata kuliah? Misalnya kau jawab, kau akan
membenci temanmu itu, tidak berteman lagi dan bahkan tidak menyapanya? Salah
besar. Dosen sejati akan marah. “Siapa yang mengajarimu, nak. Masya allah..
shollallahu ala Muhammad..”
Seperti yang terjadi hari
ini. Aku mempunyai seorang teman yang benar-benar selalu membuat diriku
mengeluh, membuat sakit hati, jengkel, marah, dan kawannya. Aku mengenalnya
sejak semester satu. Banyak pula teman-teman lain yang tidak suka dengan
tingkahnya. Ada yang berkata bahwa ia sombong, terlalu mementingkan dri sendiri
dan kalau dimintai bantuan, selalu perhitungan. Kalau dia yang butuh, dia
mengajak teman-teman agar mau membantunya. Tetapi ketika di TKP, ia malah
menyodorkan teman yang diajaknya. “Yang butuh siap coba? Aku mana paham?”
kiranya seperti itulah temanku itu.
Nah pagi ini, aku sadar. Itu
kertas ujianku. Mata kuliah kesabaran dan keikhlasan. Seakan-akan ada sesuatu
yang tiba-tiba terbesit di otakku. Masya allah.. inikah kertas ujianku? Kubaca
soalnya, dan ternyata soal semester satu, “apa kau mengeluh?” Aku diam
merenung.
Tadi pagi, di tempat umum,
tingkahnya agak menyebalkan. Sehingga sedikit membuatku kesal. Saat itulah
ketika aku diam, tiba-tiba sebersit kata itu muncul begitu saja. Hatiku menangkap
maksud otakku. Ia berkata, disinilah aku diuji, apa aku akan sabar
menghadapinya? “Orang yang berpikir dan mempunyai cara pandang berbeda, pasti
akan berterima kasih padanya. Pada teman yang membuatmu kesal. Mengapa? Karena
lewat sikap dan tingkah lakunya, kau menemukan kertas ujianmu. Maka berterima
kasihlah.” Seketika aku langsung terkesiap. Aku tidak peduli temanku itu ngomel
dan ngebut naik motornya serta tak peduli melewati polisi tidur. Otakku yang
waras masih bisa berpikir, ini shock
motornya yang perlu diganti apa nge-gasnya tidak dikurangi, atau perasaannya
yang membuat motor tidak stabil dan membuat penumpangnya terpental-pental? Aku
tidak tahu.
Tapi aku sadar dan paham.
Ketika kita dihadapkan pada masalah yang rumit, teman yang membuat kesal,
seharusnya kita tidak mengeluh. Tapi harus bersabar. Karena disanalah
sesungguhnya Allah menguji kesabaran dan keikhlasan kita.
Pengalaman setiap orang
berbeda-beda. Begitu pula cara memahami, merespon, dan menindak lanjuti juga
berbeda. Maka sabar dan ikhlas adalah kuncinya. Kita harus benar-benar paham
bahwa setiap apapun yang terjadi, baik atau buruk pasti ada hikmah dibaliknya
dan menyimpan pelajaran. Oleh sebab itu, pengalaman adalah pelajaran yang
paling berharga. Mengapa? Karena pengalaman adalah pembelajaran. Sebuah cara
belajar dengan metode terindah adalah melalui pengalaman. Pengalaman bisa
diperoleh dari berbagai kegiatan. Membaca, mendengarkan, memperhatikan,
menyaksikan, atau bahkan mengalaminya sendiri. So ciptakanlah pengalamanmu
sendiri, dan belajarlah darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar