Senin, 16 Mei 2016

Keikhlasan dan Kesabaran

Mata Kuliah Keikhlasan dan Kesabaran

Seharusnya kita tak perlu mengeluh. Mengeluh boleh asal tidak terlalu. Mengapa? Karena pada hakikatnya disitulah kita dilatih. Dilatih untuk bersabar. Bukankah orang-orang yang beriman itu bersyukur bila diberi nikmat dan bersabar ketika mengalami musibah. Maka mari bersama-sama belajar menjadi muslim yang tangguh. Bukan berarti bangga dengan nikmat yang diperoleh, tetapi mensyukurinya, bukan dipamerkan tetapi digunakan sebagai pelajaran. Digunakan dengan sebaik-baiknya, sewajarnya, dan ala kadarnya. Ketika musibah datang berkunjung, ia bersabar. Sabar bukan berarti kalah, melainkan suatu cara pandang berbeda dengan orang lain. Orang yang bersabar memiliki cara pandang tersendiri melihat suatu masalah. Jadi ia berbeda dengan orang kebanyakan. Wallahu a’lam.
Mungkin kita mengeluh
bila menghadapi suatu masalah yang tidak kunjung tuntas, sulit mendapatkan sesuatu yang ingin diperoleh, atau bahkan jengkel, kesal menghadapi teman kita yang mengganggu, tidak mengenakkan hati kita, menyakiti hati kita dan semacamnya. Sampai-sampai kita mengadu pada Allah, “Ya Allah mimpi apa aku semalam ketemu orang ini” atau “Ya Allah mengapa engkau mendekatkan aku dengan orang yang seperti ini” atau bisa juga “Ya Allah kug ya masih ada orang kayak gini” sambil mengeluh, menyesali atas semua yang dilakukan dengan teman tersebut dan lain-lainnya.
Asal kalian tahu sobat, ya disanalah kertas ujiannya. Mata kuliah kesabaran dan keikhlasan. Satu soal saja, tidak perlu banyak, “bagaimana kamu menghadapi tingkah laku temanmu yang menyakiti hatimu?” Dikumpulkan sekarang dan dipertanggungjawabkan setelah kiamat kelak. Di bawah tulisan mata kuliah tertulis dua orang pengawas. Namanya Roqib dan Atid. Terdapat pula aturan lain dibawahnya, “adapun nilai yang nantinya akan diberikan tidak dapat diganggu gugat dan diberikan dengan seadil-adilnya. Selamat mengerjakan.”
Itu kalo soal buat hamba semester pertengahan yaitu sekitar semester empat dan lima. Berbeda lagi kalo untuk semester awal, pertanyannya juga satu, “apa kamu mengeluh?” Hanya itu. sama-sama mata kuliahnya, kesabaran dan keikhlasan. Diawasi dua malaikat, Roqib dan Atid. Peraturannya pun tetap sama. “Dikumpulkan sekarang dan dipertanggungjawabkan setelah kiamat kelak. Adapun nilai yang nantinya akan diberikan tidak dapat diganggu gugat dan diberikan dengan seadil-adilnya.
Tinggal bagaimana kita menjawab pertanyaan itu. Apakah kita akan bersabar dan mendapat nilai tujuh koma lima? Atau sabar plus ikhlas dengan nilai Sembilan puluh? Atau kita menjawabnya dengan menyimpang dari mata kuliah? Misalnya kau jawab, kau akan membenci temanmu itu, tidak berteman lagi dan bahkan tidak menyapanya? Salah besar. Dosen sejati akan marah. “Siapa yang mengajarimu, nak. Masya allah.. shollallahu ala Muhammad..”
Seperti yang terjadi hari ini. Aku mempunyai seorang teman yang benar-benar selalu membuat diriku mengeluh, membuat sakit hati, jengkel, marah, dan kawannya. Aku mengenalnya sejak semester satu. Banyak pula teman-teman lain yang tidak suka dengan tingkahnya. Ada yang berkata bahwa ia sombong, terlalu mementingkan dri sendiri dan kalau dimintai bantuan, selalu perhitungan. Kalau dia yang butuh, dia mengajak teman-teman agar mau membantunya. Tetapi ketika di TKP, ia malah menyodorkan teman yang diajaknya. “Yang butuh siap coba? Aku mana paham?” kiranya seperti itulah temanku itu.
Nah pagi ini, aku sadar. Itu kertas ujianku. Mata kuliah kesabaran dan keikhlasan. Seakan-akan ada sesuatu yang tiba-tiba terbesit di otakku. Masya allah.. inikah kertas ujianku? Kubaca soalnya, dan ternyata soal semester satu, “apa kau mengeluh?” Aku diam merenung.
Tadi pagi, di tempat umum, tingkahnya agak menyebalkan. Sehingga sedikit membuatku kesal. Saat itulah ketika aku diam, tiba-tiba sebersit kata itu muncul begitu saja. Hatiku menangkap maksud otakku. Ia berkata, disinilah aku diuji, apa aku akan sabar menghadapinya? “Orang yang berpikir dan mempunyai cara pandang berbeda, pasti akan berterima kasih padanya. Pada teman yang membuatmu kesal. Mengapa? Karena lewat sikap dan tingkah lakunya, kau menemukan kertas ujianmu. Maka berterima kasihlah.” Seketika aku langsung terkesiap. Aku tidak peduli temanku itu ngomel dan ngebut naik motornya serta tak peduli melewati polisi tidur. Otakku yang waras masih bisa berpikir, ini shock motornya yang perlu diganti apa nge-gasnya tidak dikurangi, atau perasaannya yang membuat motor tidak stabil dan membuat penumpangnya terpental-pental? Aku tidak tahu.
Tapi aku sadar dan paham. Ketika kita dihadapkan pada masalah yang rumit, teman yang membuat kesal, seharusnya kita tidak mengeluh. Tapi harus bersabar. Karena disanalah sesungguhnya Allah menguji kesabaran dan keikhlasan kita.

Pengalaman setiap orang berbeda-beda. Begitu pula cara memahami, merespon, dan menindak lanjuti juga berbeda. Maka sabar dan ikhlas adalah kuncinya. Kita harus benar-benar paham bahwa setiap apapun yang terjadi, baik atau buruk pasti ada hikmah dibaliknya dan menyimpan pelajaran. Oleh sebab itu, pengalaman adalah pelajaran yang paling berharga. Mengapa? Karena pengalaman adalah pembelajaran. Sebuah cara belajar dengan metode terindah adalah melalui pengalaman. Pengalaman bisa diperoleh dari berbagai kegiatan. Membaca, mendengarkan, memperhatikan, menyaksikan, atau bahkan mengalaminya sendiri. So ciptakanlah pengalamanmu sendiri, dan belajarlah darinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hati

Assalamualaikum sahabat semua.. long time no see.. how are you today.. Sudah lama aku tak nge-post tulisan apapun, tapi kini aku ingin men...