Hijrah
Perjalanan seru plus
menggelikan. Tadi aku mau wawancara dengan salah seorang motivator. Oh dua
motivator, ralat. Aku pergi ke lokasi wawancara bersama temanku. Lokasinya di Nurul
Hayat, Rungkut. Aku dibonceng oleh teman kuliahku yang dulu satu SMP denganku. Setengah
delapan, aku berangkat. Setelah dari Indomaret membeli beberapa hal yang
dibutuhkan, kami langsung meluncur menuju Wonokromo. Setahuku rute jalannya
adalah setelah DTC belok kanan. Aku sudah memberitahu temanku. Sebut saja NA. NA
menganggukkan kepala. Itu berarti dia sudah tahu, pikirku. Eh tiba-tiba, NA
tidak membelokkan motornya ke arah kanan, malah terus menuju Ngagel. Hadehh.
Aku bersungut-sungut. Setengah teriak, “Belok kanan, bukannya yang tadi ya. Ini
kan ke arah Ngagel. Ayo putar balik saja.”
“Tidak tidak. Coba tanya orang saja. Arah
Rungkut gitu”
“Okelah”, aku menurut.
Aku bertanya pada salah satu bapak-bapak yang
duduk di warung pinggir jalan sebelah kiri. Ia sedang asyik meminkan smartphone
nya. Menurut petunjuk bapak-bapak itu, kami harus putar balik dan belok seperti
yang kutunjukkan tadi. Terima kasih bapak. Akhirnya NA mengikuti alur yang
kutunjuk. Beberapa ratus meter, tampak perempatan. Kami bingung lagi harus
kemana. Menurut BBM temanku yang dikirim tadi malam, perempatan ini masih lurus.
“Tanya saja”, kata NA. Aku bertanya pada bapak-bapak yang
sedang parkir di pinggir jalan sambil tetap duduk di atas sadelnya. Bapak-bapak
itu mengatakan, kami harus terus lurus hingga menemukan pertigaan. Terlihat
gedung besar. Nah, itu belok kanan. Itu sudah Rungkut. Terima kasih bapak. Kami
melanjutkan perjalanan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh bapak itu.
Pertigaan ditemukan.
Terlihat gedung besar disana. Arah belok kanan. Tampak papan penunjuk jalan “Rungkut”.
Alhamdulillah, batinku. Kami tetap lurus, sesuai dengan petunjuk di BBM yang
dikirimkan temanku. Namun jalan di depan membuat kami bingung. Kami memutuskan
bertanya lagi.
Aku bertanya pada salah
seorang bapak-bapak yang berada di pedagang makanan pinggir jalan. Terima kasih.
Sesuai arahan, kami berjalan memutar. Lalu kembali lurus seperti rute semula.
Aku sudah menjelaskan pada NA. NA mengangguk. Setelah memutar, dia nanya lagi.
“kita kemana?”
“Rute yang tadi. Lurus. Karena gak bisa
lurus, maka harus putar balik dulu baru bisa lurus. Kembali ke jalur yang lurus
dengan jalan yang tadi.”
Aku bingung menjelaskannya, sebab aku bingung
kalo sudah urusan putar memutar. Eh NA malah jalan lurus yang agak melengos ke
kanan. Dalam pikiranku seharusnya belok. Tapi kanan apa kiri aku ragu.
“Loh kug kembali ke jalan tadi? Salah.”
“Lho katamu lurus.”
Hadeh NA salah tangkap. Aku mencoba
menjelaskan lagi. Akhirnya kami memutar. Tetap sama rutenya. Tapi ambil belokan
yang ke kiri. Kami tetap lurus. Namun, Purimas sebelahnya Nurul Hayat belum
kami temukan. Tujuan utama kami adalah Nurul Hayat, tapi pikiranku mengatakan
pasti tulisan Purimas besar-besar. Jadi kami mencari Purimas. Kami akhirnya
berhenti di sebuah tempat cuci mobil. Aku bertanya pada salah seorang pegawai
pencuci mobil yang sigap menggosok badan mobil. Masya Allah, sekitar 10-15
meter di depan, tampak tulisan di joglo Perum IKIP Gununganyar. Gang masuk
menuju Nurul Hayat. Terima kasih. Kami menuju kesana. Masuk gang. Di sebelah
kiri kami, terpampang patung huruf besar-besar “PURIMAS”. Beberapa puluh meter
di depan, Nurul Hayat. Alhamdulillah Nurul Hayat berhasil ditemukan. Kulirik
jam masih menunjukkan pukul 9.41. Janjinya jam 9. Tak apa. Datang lebih awal
lebih bagus. Toh aku yang butuh.
Setelah memarkir sepeda,
kami meuju kantor CS. Bertanya disana. Menunggu disana. Hingga seorang lelaki
yang masih sangat muda menemui kami dan mengajak kami ke ruangan yang tidak
terlalu lebar. Disanalah aku mewawancarainya. NA pun tak lupa mengambil fotoku
saat mewawancarai informanku itu. Informanku yang satu ini orangnya tergolong
masih belia. Usianya 19 tahun. Tapi sudah lumayan sukses. Informan yang satu
lagi, usianya 18 tahun malah. Wahh mereka memang anak-anak bangsa yang hebat. Wawancara
berlangsung menyenangkan. Dua informan selesai ku wawancarai sekitar pukul setengah
sebelasan. Kami pamit pulang.
Saat pulang pun, kami
bingung lewat mana. Biasa. Jalanan Surabaya banyak putar. Akhirnya kami
menyusuri rute kami berangkat. Ketemu. Kami berpapasan lagi dengan putaran yang
tadi, sudah kami putari dua kali saat berangkat. Seharusnya kami lurus tidak
perlu putar. Eh kami malah putar. Mau kemana coba. Hadeeh. Kami bingung
sendiri. Akhirnya satu putaran lagi di jalan itu. Baru jalan lurus menyusuri
jalan Panjang Jiwo menuju Wonokromo. Kami pun sempat bertanya pada bapak-bapak
pengguna jalan saat lampu merah menyala. Kami bertanya mengenai perempatan
jalan yang membuat kami bingung untuk kesekian kalinya. Apalagi di depan ada
polisi. Hadeh. Merinding. Tiba-tiba Adem panas ini tubuh. Aku berdoa agar tidak
terjadi apa-apa. NA belum punya SIM. Alhamdulillah lolos. Kami sudah sampai
depan Wonokromo. Menuju RSI. Masya Allah di depan ada polisi lagi. Kami tidak
tahu. Rasanya jantung berdetak lebih kencang. Tapi Alhamdulillah, lolos. Tak
ada polisi yang mencegat. Alhamdulillah, syukurku berkali-kali.
Kami berencana makan-makan
dulu. Warung mi ayam belakang kampus menjadi pilihan. 11.26. kami bergegas
meninggalkan warung setelah perut kami terisi. Aku memutuskan ikut NA ke
perpustakaan. Daripada nganggur di kos. Lumayan sekalian memanfaatkan wifi
gratis. Biar ndak mubadzir. Hehehe.
Ini cerita tersesat aja ta?
BalasHapusNilainya dari cerita ini mana?
ini blog pribadi..
BalasHapusyaahh.. sebut aja catatan harian.. sekalian latihan menulis :D