Perempuan Mandiri, Bukan Berarti Tak Butuh Laki-Laki
Tulisan ini terinspirasi pada
saat aku mewawancarai seorang motivator.
Saat itu sedang
hujan deras. Aku terdampar di masjid Unesa. Aku menemui informanku disana.
Wawancara berlangsung lancar. Bahkan aku juga sempat cerita alias curhat. Sebuah
topik yang menarik. Ketika aku bercerita padanya tentang sedikit riwayat
hidupku, dia berkata, "sampeyan ini mandiri ya mbak?"
"Banyak orang yang bilang
kayak gitu", jawabku.
"Tapi jangan terlalu
mandiri mbak, nanti bisa-bisa ndak butuh laki-laki."
Aku tercengang
mendengarnya. Mengapa informanku berkata begitu. Justru aku punya tujuan
tertentu
dengan kemandirianku ini. Aku ingin mandiri agar kelak bisa membantu menambah penghasilan
suamiku. Jadi aku akan tetap butuh laki-laki. Sepertinya tidak hanya aku, tapi
kami, kaum perempuan. Meskipun beberapa diantara perempuan-perempuan memilih
hidup sendiri, karena ia mempunyai alasan tertentu. Pastinya itu bukan alasan
yang abal-abal.
Secara biologis
pun seorang perempuan juga membutuhkan seorang laki-laki. Hanya saja menjadi
berbeda ketika mereka mempunyai ideologi atau pandangan tertentu, bahwa seorang
perempuan dianggap suci ketika ia tidak menikah. Misalnya seorang biarawati. Atau
bisa juga mereka para perempuan yang tidak membutuhkan laki-laki karena
pengalaman telah disakiti oleh laki-laki bahkan membuat ia trauma dan
semacamnya. Itu pun hanya beberapa jumlahnya. Begitu pula perempuan mandiri
yang tidak membutuhkan laki-laki. Jumlahnya pun beberapa. Sehingga janganlah
terlalu menarik simpulan bahwa perempuan mandiri sama sekali tidak membutuhkan
laki-laki.
Semandiri
apapun seorang perempuan, mereka tetap butuh laki-laki. Mereka butuh
tempat bersandar, butuh seseorang untuk berbagi keluh kesah, dan tentunya
sebagai pengayom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar