MalezzzZZzZ…
Malas. Apa perlu aku menuliskan kata
malas ini? sungguh aku benar-benar malas, bahkan hanya untuk menulis ‘malas’.
Aku menulis tulisan ini pun dengan rasa malas yang menggelayut. Di bahuku,
kakiku, bahkan pikiranku. Ia selalu membayang seperti hantu. Ia menjerat diriku
tanpa ampun. Membayangkan khayalan-khayalan yang hadir di pikiranku. Rasanya ia
ingin agar aku terlelap dalam buaiannya. Tersenyum mesra pada sang waktu yang
telah memberikan berlimpah ruah waktu menganggur tanpa menghasilkan suatu karya
apapun. Aku takut. Ia menyeretku terlalu dalam. Hingga aku jatuh terjerembab
tak berdaya. Aku baru sadar ketika waktu mulai menghimpitku hingga sesak napas.
Padahal aku tidak punya dan tidak ingin punya jenis penyakit macam ini. Aku
ingin menghirup udara bebas. Apa masih pantas bila sekarang aku ingin menghirup
udara bebas, sementara udara sekitar masih kotor?
Malas. Apa perlu aku memujanya? Ia sangat biadab namun
melenakan. Waktu panjang, waktu lengang, waktu senggang, atau waktu luang. Hal
ini sangat menggiurkan. Namun hanya sementara. Rasa malas berhasil membujuk
rayu diriku untuk berleha-leha di atas puncak kemalasan.
Malas. Apa aku harus mengusirnya jauh-jauh? Tapi, bukankah
sikap rajin dan kerja keras ada karena adanya rasa malas?
Oh tidak. Bingung sudah diriku dibuat oleh binary opposition ini.
Satu hal yang pasti, seberapa besarkah diriku untuk
mimpi-mimpi? Mimpi-mimpi itu akan terasa kecil bila aku cepat bertindak dan
bukan diam di tempat apalagi jalan di tempat. Rumus dari bapak Balia, tokoh
guru di film Sang Pemimpi, perlu dan harus dicoba. “Ambillah resiko terbesar
dalam hidup.” “Belajar dari alam sekitar.” “Reguk madu ilmu
sebanyak-banyaknya.”
Kata beliau pula, “bukan seberapa besar mimpi itu, tapi
seberapa besar kita untuk mimpi itu”. Kalimat ini mungkin bertuah. Aku harus
mencoba. Biarlah rasa malas tetap berada ditempatnya. Di ranjang empuk
berselimut sutera. Namun aku akan berusaha untuk tidak membangunkannya.
Mulai sekarang aku harus mempersatukan mimpi-mimpi yang
berserakan untuk segera diwujudkan. Kuncinya adalah berani. Berani ambil
resiko. Sekecil apapun yang kulakukan pasti akan beresiko. Aku tahu itu.
Do It Now, Not Tomorrow
Tidak ada komentar:
Posting Komentar