Ular dan Sang
Kakek
Di
sebuah hutan yang lebat, tinggallah seekor ular besar. Setiap hari ular itu
mencari mangsa. Hewan apapun yang ia temui, ia makan. Tak peduli besar atau
kecil tubuhnya. Pada suatu hari, sang ular pergi mencari makan. namun tak satupun
dia mendapatkan makanan. Hari itu panas sekali hingga membuat sang ular
kehausan. Lalu ia mencari sungai terdekat dan menceburkan diri ke dalamnya. Ia
meminum air sungai dengan sangat rakusnya. Ular juga berharap agar ia menemukan
ikan yang mungkin tersesat atau lagi asyik-asyiknya berenang. Namun ia tampak
kecewa. Seharian dia mencari makan, tapi tak kunjung dapat.
“Kemana
perginya semua hewan-hewan?” Pikirnya.
Meskipun
ular badannya besar, ia merasa ketakutan, jangan-jangan hanya tinggal dirinya seorang
di dalam hutan. Alangkah terkejutnya ia, ketika
ia melihat seekor gajah yang
juga besar, meskipun tak sebesar dirinya. Badannya gemuk, taringnya pun kuat.
Sang ular ingin menerkamnya. Tetapi sang gajah tetap diam dan tak bergerak.
Malahan ia mengulum senyum pada ular.
“Hai
ular. Apa kau sedang mencari makan?” sapa gajah.
“Iya.
Aku mau memakanmu. Seharian aku mencari makan, tapi tak ada satupun hewan yang
ku temui. aku sangat lapar sekali. Mari sini aku akan memakanmu.”
“Jangan
ular. Kau tak boleh serakah seperti itu.” Jawab gajah
“Aku
tidak serakah. Hanya saja aku sangat kelaparan. Makanya aku ingin segera
melahapmu.”
“Apa
menurutmu dagingku ini enak?”
“Kalau
untuk aku yang sedang lapar, kau cukup untuk mengganjal perutku ini.”
“Apa
kau tahu, di seberang sana ada kumpulan hewan yang lebih besar dan lebih enak
daripada aku?”
“Sudahlah
gajah, jangan banyak omong, aku sudah lapar sekali.”
“Mari
ikuti pentunjukku. Kau akan menemukannya.”
“Aku
tidak kuat lagi gajah. Bersiaplah, aku akan menerkammu.”
“Tidak
ular. Tidak. Jangan makan aku. Percayalah kau akan makan sepuasnya selepas ini.”
“Apa
kau tidak berbohong?” tanya ular curiga.
“Apa
untungnya aku membohongimu ular?”
“Baiklah,
dimana tempatnya? tunjukkan padaku.”
“Baik.
Kau ikuti saja lubang semut ini. Temukan gubuk kecil dimana lubang semut ini
akan berakhir. Lalu disana kau akan bertemu dengan seorang yang sakti.”
“Seorang
yang sakti? Kau menyuruhku untuk bertemu dengan orang yang sakti? Mana
makanannya? Apakah orang itu bersedia menjadi santapanku?”
“ Bukan
begitu ular? Bukan begitu. Orang itu akan menolongmu. Percayalah.”
“Aku
tidak butuh pertolongan, tapi aku butuh makan, gajah?”
“Kalau
orang sakti itu menolongmu dengan memberi makan? apa kau akan menolaknya?”
“Hmm.
Baiklah aku akan menuruti yang kau katakan.”
“Segeralah
pergi ular”
“Hmm.”
Lalu
ular tersebut mengikuti petunjuk gajah. Ia mengikuti lubang semut yang ditunjuk
oleh gajah. Lubang semut itu berbaris rapi meskipun jarak lubang yang satu
dengan yang lain agak jauh. Ketika tenaga ular terkuras habis, sampailah ia di
sebuah gubuk kecil. Tampak seorang lelaki tua berjenggot menghampirinya. Namun
dirinya lelah hingga tak sadarkan diri. Tubuhnya terlihat letih, seperti
kehabisan banyak tenaga. Beberapa lamanya ular pingsan. Namun tatkala ia sadar
ia menemukan tubuhnya terbaring lemah di rerumputan yang hijau.
“Dimana
aku? Pikirnya.”
“Hai
ular. Apa kau lapar?”, suara itu muncul dari seorang lelaki.
“Apa
kau menolongku?” tanya ular pada lelaki itu.
“Tuhanlah
yang menyuruhku agar menolongmu.”
“Apa
kau tak takut aku akan memakanmu?”
Lelaki
itu tersenyum. “Sudahlah ular. Makanlah saja ini!”
Lelaki
itu menaruh sepotong ayam besar di hadapannya.
“Makanlah
ular. Agar kau tak lapar” katanya lagi.
“Apa
aku bisa kenyang dengan hanya sepotong ayam yang menurutmu besar ini?”
“Hmm.
Jika kau makan dengan berdoa pada tuhan, maka kau akan merasa kenyang. Karena
kau bersyukur maka tuhan akan memberi kenyang padamu” jawab lelaki.
Ular
langsung menerkam ayam potong dihadapannya. Ia menuruti lelaki itu untuk berdoa
dulu sebelum memakannya.
Setelah
ia menghabiskan ayam potong tersebut lelaki itu menanyainya,” apa kau masih
lapar dan ingin agar aku mengambil ayam lagi?”
“Tidak
usah wahai tuanku. Aku merasa telah makan kerbau besar. Siapakah engkau wahai
tuanku. Aku ingin berguru padamu.”
“Panggil
saja aku kakek. Karena aku suka dipanggil seperti itu. Aku hanya orang biasa
yang ingin menjadi orang baik.”
“Tunjukkan
padaku, bagaimana caranya kau telah membuatku merasa tidak lapar lagi?”
“Itu
karena kau makan.”
“
Tapi aku hanya memakan sepotong ayam. Biasanya aku habis berpuluh-puluh ayam,
namun aku masih tetap lapar.”
”Itu
karena kau membaca doa sebelum makan. Tuhan mendengar doamu dan karena itu tuhan
menjadikan perutmu kenyang.”
Sejak saat itu, ular
selalu berdoa ketika mau makan dan selesai makan. Sehingga saat ia melakukan
pergantian kulit, ia tahan untuk tidak makan, karena ia berpuasa untuk
berterima kasih kepada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar