Minggu, 13 Desember 2015

Dongeng (telah terbit dalam antologi "Cerita dari Waktu ke Waktu).. Penerbit : FAM Publishing

Ular dan Sang Kakek

Di sebuah hutan yang lebat, tinggallah seekor ular besar. Setiap hari ular itu mencari mangsa. Hewan apapun yang ia temui, ia makan. Tak peduli besar atau kecil tubuhnya. Pada suatu hari, sang ular pergi mencari makan. namun tak satupun dia mendapatkan makanan. Hari itu panas sekali hingga membuat sang ular kehausan. Lalu ia mencari sungai terdekat dan menceburkan diri ke dalamnya. Ia meminum air sungai dengan sangat rakusnya. Ular juga berharap agar ia menemukan ikan yang mungkin tersesat atau lagi asyik-asyiknya berenang. Namun ia tampak kecewa. Seharian dia mencari makan, tapi tak kunjung dapat.
“Kemana perginya semua hewan-hewan?” Pikirnya.
Meskipun ular badannya besar, ia merasa ketakutan, jangan-jangan hanya tinggal dirinya seorang di dalam hutan. Alangkah terkejutnya ia, ketika
ia melihat seekor gajah yang juga besar, meskipun tak sebesar dirinya. Badannya gemuk, taringnya pun kuat. Sang ular ingin menerkamnya. Tetapi sang gajah tetap diam dan tak bergerak. Malahan ia mengulum senyum pada ular.
“Hai ular. Apa kau sedang mencari makan?” sapa gajah.
“Iya. Aku mau memakanmu. Seharian aku mencari makan, tapi tak ada satupun hewan yang ku temui. aku sangat lapar sekali. Mari sini aku akan memakanmu.”
“Jangan ular. Kau tak boleh serakah seperti itu.” Jawab gajah
“Aku tidak serakah. Hanya saja aku sangat kelaparan. Makanya aku ingin segera melahapmu.”
“Apa menurutmu dagingku ini enak?”
“Kalau untuk aku yang sedang lapar, kau cukup untuk mengganjal perutku ini.”
“Apa kau tahu, di seberang sana ada kumpulan hewan yang lebih besar dan lebih enak daripada aku?”
“Sudahlah gajah, jangan banyak omong, aku sudah lapar sekali.”
“Mari ikuti pentunjukku. Kau akan menemukannya.”
“Aku tidak kuat lagi gajah. Bersiaplah, aku akan menerkammu.”
“Tidak ular. Tidak. Jangan makan aku. Percayalah kau akan makan sepuasnya selepas ini.”
“Apa kau tidak berbohong?” tanya ular curiga.
“Apa untungnya aku membohongimu ular?”
“Baiklah, dimana tempatnya? tunjukkan padaku.”
“Baik. Kau ikuti saja lubang semut ini. Temukan gubuk kecil dimana lubang semut ini akan berakhir. Lalu disana kau akan bertemu dengan seorang yang sakti.”
“Seorang yang sakti? Kau menyuruhku untuk bertemu dengan orang yang sakti? Mana makanannya? Apakah orang itu bersedia menjadi santapanku?”
“ Bukan begitu ular? Bukan begitu. Orang itu akan menolongmu. Percayalah.”
“Aku tidak butuh pertolongan, tapi aku butuh makan, gajah?”
“Kalau orang sakti itu menolongmu dengan memberi makan? apa kau akan menolaknya?”
“Hmm. Baiklah aku akan menuruti yang kau katakan.”
“Segeralah pergi ular”
“Hmm.”
Lalu ular tersebut mengikuti petunjuk gajah. Ia mengikuti lubang semut yang ditunjuk oleh gajah. Lubang semut itu berbaris rapi meskipun jarak lubang yang satu dengan yang lain agak jauh. Ketika tenaga ular terkuras habis, sampailah ia di sebuah gubuk kecil. Tampak seorang lelaki tua berjenggot menghampirinya. Namun dirinya lelah hingga tak sadarkan diri. Tubuhnya terlihat letih, seperti kehabisan banyak tenaga. Beberapa lamanya ular pingsan. Namun tatkala ia sadar ia menemukan tubuhnya terbaring lemah di rerumputan yang hijau.
“Dimana aku? Pikirnya.”
“Hai ular. Apa kau lapar?”, suara itu muncul dari seorang lelaki.
“Apa kau menolongku?” tanya ular pada lelaki itu.
“Tuhanlah yang menyuruhku agar menolongmu.”
“Apa kau tak takut aku akan memakanmu?”
Lelaki itu tersenyum. “Sudahlah ular. Makanlah saja ini!”
Lelaki itu menaruh sepotong ayam besar di hadapannya.
“Makanlah ular. Agar kau tak lapar” katanya lagi.
“Apa aku bisa kenyang dengan hanya sepotong ayam yang menurutmu besar ini?”
“Hmm. Jika kau makan dengan berdoa pada tuhan, maka kau akan merasa kenyang. Karena kau bersyukur maka tuhan akan memberi kenyang padamu” jawab lelaki.
Ular langsung menerkam ayam potong dihadapannya. Ia menuruti lelaki itu untuk berdoa dulu sebelum memakannya.
Setelah ia menghabiskan ayam potong tersebut lelaki itu menanyainya,” apa kau masih lapar dan ingin agar aku mengambil ayam lagi?”
“Tidak usah wahai tuanku. Aku merasa telah makan kerbau besar. Siapakah engkau wahai tuanku. Aku ingin berguru padamu.”
“Panggil saja aku kakek. Karena aku suka dipanggil seperti itu. Aku hanya orang biasa yang ingin menjadi orang baik.”
“Tunjukkan padaku, bagaimana caranya kau telah membuatku merasa tidak lapar lagi?”
“Itu karena kau makan.”
“ Tapi aku hanya memakan sepotong ayam. Biasanya aku habis berpuluh-puluh ayam, namun aku masih tetap lapar.”
”Itu karena kau membaca doa sebelum makan. Tuhan mendengar doamu dan karena itu tuhan menjadikan perutmu kenyang.”
Sejak saat itu, ular selalu berdoa ketika mau makan dan selesai makan. Sehingga saat ia melakukan pergantian kulit, ia tahan untuk tidak makan, karena ia berpuasa untuk berterima kasih kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hati

Assalamualaikum sahabat semua.. long time no see.. how are you today.. Sudah lama aku tak nge-post tulisan apapun, tapi kini aku ingin men...